Thursday 3 September 2009

Ironi di bulan ramadhan.

Bulan ramadhan adalah bulan dimana kita diuji untuk banyak menahan diri dari godaan hawa nafsu. Yang paling ringan, ya nafsu makan-minum. Namun di kota saya, berbagai indikasi selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa di bulan ini justru saat orang mengumbar hawa nafsu makan-minum tersebut. Kok bisa ?

Faktanya, bulan ramadhan adalah bulan panen bagi para penjual makanan. Keramaiannya meningkat sekian ratus prosen, setidaknya itulah yang tampak mata dan sesuai info dari beberapa pedagang yang saya wawancarai. Jalan-jalan yang biasanya lancar dilalui, sekarang menjadi padat dipenuhi pedagang kaki lima. Begitu juga taman-taman kota dan area di sekitar mesjid besar.
Belanja rumah tangga meningkat, khususnya untuk jenis pengeluaran makan-minum. Dan segera akan disambung dengan pengeluaran untuk sandang di saat mendekati lebaran. Bukan hanya keluarga berkecukupan, keluarga biasa-biasa saja juga mengupayakan adanya dana ekstra untuk semua keperluan ini. Percaya enggak, jualan speedy aja ikut seret. Sebagian menunda pasang karena dananya dialokasikan untuk biaya selama bulan puasa.
Makanan yang tidak menjadi menu rutin pada bulan-bulan lain, bermunculan di bulan ini. Sebut saja : kolak, kurma, es buah, dsbnya. Lauk-pauk pun relatif lebih istimewa di bulan puasa. Sedangkan pengeluaran yang biasa juga tidak menurun karena makan tetap dua kali sehari, bahkan ada yang tiga kali sehari, saat berbuka, sehabis tarawih, dan saat sahur. Wow..!

Manfaat positif yang terasa adalah terjadinya peningkatan gerak ekonomi masyarakat, omzet usaha meningkat karena permintaan pasar meningkat (ceile...kayak ekonom aja).
Yang terasa kurang pas bagi saya adalah hilangnya makna ibadah puasa, bahkan di level yang sebenarnya paling ringan : menahan diri dari godaan nafsu makan-minum.

Bagaimana menurut Anda ?


0 comments: